Sabtu, 01 November 2008

Hati Kinanti



Akhirnya sampai pada kesadaran, pantaslah manusia untuk bersedih bahkan untuk menangis sendirian, karena kesedihan memang layak untuk dilalui.
Keyakinan bahwa hidup adalah karya Tuhan yang paling misterius, sulit tertebak bahkan benar-benar terlalu banyak definisi penjabaranya. Tetapi juga sebenarnya meyakini bahwa hidup manusia adalah menjalani keputusan yang dibuatnya sendiri. Setelah beberapa saat merasakan kebingungan dan juga kekalutan yang sempat memutus perjalanan, kekecewaan memerihkan hati setiap detik. Bersyukur sekali bahwa diri bisa melaluinya, bisa berkompromi dengan hal itu dan memandangnya sebagai salah satu episode dalam riwayat hidup. Kesedihan menyergap kesendirian yang sempurna, dan itu belakangan ini akhirnya bisa terimprovisasi dengan hal-hal yang menenteramkan hati sendiri. Begitu juga ketika diri harus pasrah pada situasi dan memang inilah yang harus dijalani, tetapi pada detik lainya harus dengan kekuatan hati menghentikanya sebelum semuanya menjadi semakin berantakan.
Hati dan logika, begitulah diri mempekerjakan dua unsur itu untuk tetap bertahan mencari perbaikan, mencari begitu banyak kompromi-kompromi bahkan kalau mungkin improvisasi.
Mengikuti apa kehendak hati, dan membiarkan logika sebagai pengawal kebebasan hati. Apapun bisa terjadi pada siapapun (siapapun itu!), dan ketika hal terekstrim pun terjadi, maka terjadilah sebagai kejadian yang memang wajar terjadi dimuka bumi ini selagi diri masih bernafas. Hidup harus terus berjalan dan memang akan terus berjalan, maka jalani saja semuanya sebab hanya diri sendirilah yang memegang kemudi hidup secara penuh, bukan orang lain.
Maka, ketika bathin sedang galau, konsentrasi kemudian terpecah, perasaan sedang tertekan, hati tersakiti, ketika pandangan mengabur dan ketika langkah goyah, maka diri kembali pada hati yang paling jujur, dan membiarkan akal sehat menimbang nimbangnya untuk kemudian membuat keputusan yang harus konsekuen dijalani.
Mencari jawaban atas pertanyaan apa yang paling membuat hati bahagia dan tenteram, lalu kemudian mengikuti jawaban itu dengan ikhlas, dengan landasan bahwa tidak menggulung kebahagiaan orang lain.